Jika kita melakukan perjalanan ke luar kota, biasanya membeli oleh-oleh akan jadi agenda wajib. Entah itu untuk keluarga di rumah, untuk teman ataupun rekan kerja. Bagaimana dengan anda mom? Apakah keluarga di rumah suka menginginkan oleh-oleh asli daerah yang kita kunjungi...?
Oleh-oleh ini bisa jadi dilema, sebel banget kan kalau baru pulang yang disambut bukan kita melainkan si oleh-oleh. Karena itu aku membiasakan anak-anak, untuk menyambut subjeknya dulu. Misalnya bapaknya yang baru datang, kakek nenek atau tamu yang lain. Alhamdulillah mereka tidak pernah menyambut si oleh-oleh, yang pastinya nggak bakalan kemana-mana (pasti buat mereka kan... he he he).
Urusan oleh-oleh ini juga sempat membuatku "galau". Aku ingin memberikan oleh-oleh khas daerah asalku, tapi memberikan sebungkus sambel pecel doang kok rasanya kurang pantas. Sementara jika beberapa bungkus, berat buuuu.... Selain karena harga, bawanya susah. Aku naik kereta bersama 2 anak, 1 koper pakaian plus 1 dus oleh-oleh saja repotnya bukan main.
Sepertinya kalau aku memberi oleh-oleh sambel pecel, sebaiknya plus sayur, lalab, peyek dan tahu tempenya he he he... biar lebih afdol. Aneh juga kan kalau aku kasih sambelnya doang untuk ngemil. Untung adik iparku kasih info ada coklat isi sambel pecel, langsung deh aku hunting. Tapi ternyata hasilnya tidak seperti yang aku bayangkan, menurutku rasanya kurang "pecel".
Bermodalkan ide ngemil sambel, aku mulai ber "eksperimen". Beruntung ada yang bisa bikin sambel sesuai yang aku mau (aku nggak bisa bikin sambel pecel sendiri, yang "medok" rasanya hi hi hi). Bermodalkan 2 kg sambel pecel aku balik ke Bandung. Lalu petualangan eksperimen coklat dimulai. Karena yang ada di rumah coklat putih, aku coba gabung sambel pecel pakai coklat putih. Lumayan enak tapi kurang nge-blend menurutku, jadi aku coba pakai yang dark chocolate.
Cihuy..... PECOLATE alias coklat isi sambel pecel berhasil menurutku, menurut chef iyas juga sudah lumayan enak. Sayang chef idam tidak bisa tasting karena pedas he he he. Kebetulan ada halal bihalal IIDN Bandung Timur, aku coba bawa deh. Semoga mereka tidak hanya menghiburku dengan mengatakan PECOLATE ku enak dan layak jual.
Bentuk PECOLATE generasi pertama adalah keong, tapi menurutku ukurannya terlalu besar. Senangnya ketemu dengan cetakan silikon imut, aku ingin ukuran mungil untuk sekali suap. Konon menurut temanku cara makan coklat yang benar adalah memasukkan langsung ke mulut, lalu menghisapnya pelan dengan mulut tertutup. Maka aroma coklat akan terhirup dari dalam, dan akan menghasilkan sensasi nikmat. Harus dicoba langsung, karena tidak bisa digambarkan dengan kata-kata ^_^.
Packaging PECOLATE generasi pertama adalah toples. Coklat dibungkus plastik wrap dengan cup kertas sebagai alas, tapi kok kesannya ribet. Lalu mencoba besek kecil, tapi coklat harus dibungkus aluminium foil (mahal di packaging). Lalu setelah ukurannya jadi mungil, aku kembali bungkus dengan plastik wrap dengan stiker sebagai pengunci agar tidak lepas. Lalu wadahnya cup kecil yang bisa ditutup dengan kuat, jadi tidak perlu pakai selotip. Kemasan ini masih diprotes sama suami dan anak, karena menurut mereka masih kurang menarik.....
Tapi setidaknya meskipun oleh-olehku ini tidak 100% kubawa dari kampung, aku sudah mengolahnya dengan segenap kemampuan... cieeee. Jadi saat teman-teman memintaku untuk mendeskripsikan rasa PECOLATE aku bisa katakan, rasanya pedas bercampur manis. Serasa sarapan sepiring nasi pecel, dan minum secangkir coklat hangat, unik deh....mak nyuusss (ikutan pak Bondan).
Waduh panjang banget ya curhatnya.... menurut anda apa yang perlu dipertimbangkan dalam memilih ole-oleh? haruskah dibawa langsung dari tempat asal, atau boleh dibeli di kota kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar